Apa
anggapan paling pas bagi bahasa Jawa di mata anak-anak muda sekarang? Bahasa
kuno, bahasa katro, apa bahasa ketinggalan jaman? Ironis sekali. Mereka yang
diharapkan akan tetap melestarikan budaya Jawa khususnya bahasa Jawa, malah
menghindari memakai bahasa Jawa. Mereka jauh lebih bangga jika mahir berbahasa
Inggris dibanding berbahasa Jawa. Hal itu juga tidak bisa disalahkan, sebab muncul
anggapan bahwa bahasa Inggris bisa membawa ke arah masa depan yang cemerlang. Dewasa
ini, tidak bisa dipungkiri bahwa kegunaan bahasa Inggris jauh lebih nyata jika
dibandingkan dengan bahasa Jawa. Dalam mencari pekerjaan misalnya. Ada poin
yang mengharuskan pelamar untuk mahir berbahasa Inggris, tidak ada yang
mencantumkan harus mahir berbahasa Jawa.
Apa
kita harus menunggu klaim negara lain terlebih dahulu? Baru kita akan tersadar
bahwa itu merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kita lihat saja
orang-orang Jepang. Mereka bisa jadi besar tanpa harus terpengaruh dengan
budaya luar. Mereka bangga menggunakan bahasa Jepang dan mahir menulis dengan
huruf kanji. Kira-kira apa salah kita (orang-orang Jawa)? Generasi muda Jawa
hanya mengenal bahasa Jawa sebagai mata pelajaran mulok di sekolah, bukan
sebagai bahasa yang melekat pada keseharian.
Apa
ini 100% kesalahan generasi muda jawa kita? Ataukah pola pendidikan mereka yang
sejak awal tidak dikenalkan dengan bahasa Jawa? Kenyataannya, anak-anak
sekarang baru mengenal bahasa Jawa ketika mereka masuk sekolah. Umumnya,
dilingkungan keluarga mereka tidak pernah berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Hal
ini bisa disimpulkan bahwa para orang tua memakai bahasa Indonesia sebagai
pengantar dalam membesarkan anak. Jadi, secara otomatis bahasa ibu anak bukan
lagi bahasa Jawa melainkan bahasa Indonesia. Bagi para orang tua terutama
pasangan muda, lebih bangga jika memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikasi
dengan anak-anak mereka. Ngotani istilah kerennya.
Kebijakan
adanya pelajaran mulok bahasa Jawa dari tingkat SD-SMP-SMA akan mubazir jika
bibit awal para generasi muda Jawa kita tidak njawani lagi tapi ngotani.
Jadi, kita juga tidak bisa 100% menyalahkan mereka jikalau awam terhadap bahasa
yang seharusnya menjadi bahasa ibu buat mereka (generasi muda Jawa). Alangkah
baiknya jika pembelajaran bahasa Jawa didukung dengan adanya pembiasaan awal
dilingkungan keluarga. Dari situlah upaya untuk tetap menjaga keeksisan bahasa
Jawa tidak akan mubazir. Pembiasaan awal itulah pokok utama yang bisa
membangkitkan bahasa Jawa sebagai basane wong Jawa. Mari kita sebagai
orang Jawa memandang fenomena ini sebagai suatu koreksi. Sebelum kita terlena
dan kecolongan lagi .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar