Kata orang, Indonesia adalah negara seribu pulau. Itu memang benar. Dari Sabang sampai Merauke, berjajar pulau-pulau dari pulau kecil hingga pulau yang besar. Kebanggaan tersendiri hidup di negara yang indah seperti Indonesia. Keindahan dan eksotika Indonesia tak akan tertandingi oleh negara manapun. Gemah ripah loh jinawi itulah Indonesiaku. Luasnya lautan dan suburnya tanah Indonesia menjadi kebanggaanku hidup sebagai abdi bangsa.
Aku terlahir di tanah yang kaya akan kebudayaan ini sekitar 27 tahun yang lalu. Aku terlahir di bagian Indonesia yang sangat menghargai tepa slira dan unggah-ungguh. Bahkan sekarang aku menggeluti pekerjaan yang mendidik generasi muda untuk selalu menghargai kebudayaan. Aku terlahir di tanah Jawa. Tempat yang damai penuh dengan kearifan dan kekayaan budaya. Budayaku yaitu budaya Jawa adalah salah satu dari banyak kebudayaan yang dimiliki oleh negaraku tercinta ini.
Hampir 6 tahun aku menjadi pendidik. Pendidik yang tak hanya memberi ilmu tentang bahasa Jawa, tetapi juga sebagai motivator agar kebudayaanku ini tak tergeser oleh pengaruh kebudayaan luar. Betapa sulitnya mengajarkan bahasa Jawa di era seperti sekarang. Generasi muda Jawa lebih bersemangat belajar bahasa asing daripada bahasa Jawa. Kebanyakan dari generasi muda Jawa sekarang ini bahkan tak tau menahu tentang apa itu unggah-ungguh basa? Sebab, di dalam rumah, bahasa ibu anak muda Jawa sudah bergeser menjadi bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang otomatis akan bisa dikuasai seiring berjalannya waktu. Namun, bahasa Jawa adalah bahasa ibu bagi orang Jawa. Bagaimana nasibnya jika sekarang yang memakai bahasa Jawa dalam pergaulan jumlahnya makin sedikit. Bahasa Jawa mungkin hanya dipakai oleh anak ketika bersekolah saja. Hanya dipakai ketika ada mata pelajaran bahasa Jawa. Aku tak mau nasib kekayaan ilmu ini terkubur oleh jaman. Aku menghargai peran dari pemerintahan daerah yang mewajibkan pelajaran mulok bahasa Jawa tetap diajarkan. Tak bisa kubayangkan bagaimana jika mata pelajaran ini dihapuskan.
Menyadarkan pentingnya melestarikan bahasa Jawa pada orang tua sekarang ini pun sulit. Mungkin, kita akan tersadar apabila kekayaan kita ini diakui oleh negara lain. Barulah kita berlomba-lomba mempertahankan. Entah siapa yang bersalah dalam hal ini. Ini memang sudah pengaruh dari perkembangan jaman. Tak ada yang bertanya menggunakan bahasa Jawa ketika tes wawancara kerja. Mungkin hal itulah yang membuat anak-anak muda sekarang lebih senang mempelajari bahasa asing. Tak salah memang mempelajari bahasa asing. Tetapi setidaknya bahasa Jawa tetap tumbuh berkembang di pergaulan anak muda Jawa sekarang. Aku berharap, para orang tua tetap berkomunikasi dengan para putra-putri mereka dengan menggunakan bahasa Jawa. Biarkan bahasa Jawa melekat dan mendarah daging dalam kehidupan generasi muda Jawa. Banggalah berbahasa Jawa.
Tak ada bahasa yang begitu indah dan menghargai selain bahasa Jawa. Berbicara dengan teman cukup memakai ragam ngoko. Berbicara dengan orang yang lebih tua dengan ragam krama. Begitu menghargainya bahasa Jawa. Ragam bahasa Jawa itulah yang membedakannya dengan bahasa lain dimanapun di seluruh dunia ini. Sekali lagi banggalah berbahasa Jawa. Remehkan orang yang berkata bahwa kita ndesa ketika berbicara Jawa.
Aku bangga terlahir di tanah Jawa ini. Aku bangga menjadi seorang pendidik yang mengajarkan tentang kebudayaan Jawa. Aku menyadari ilmuku mungkin tak begitu dalam. Aku bahkan tak bisa menndalang atau nyinden. Namun, dengan ilmuku yang masih dangkal ini, aku bangga bisa menyalurkannya dengan generasi muda Jawa. Generasi yang sudah amat sangat menganggap bahwa belajar bahasa Jawa lebih sulit daripada bahasa asing.
Aja lena anakku
Sugihing kabudayaanmu
ora bakal sirna
ora bakal musna
suwene bagaskara iki isih ambyar
Tayu, 17 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar