Tradisi Lomban Kupatan Sungai Tayu Simbol Puncak Hari Raya Idul Fitri (2018)
sinau bareng
Minggu, Juni 24, 2018
2 Comments
Masih dalam suasana kebahagian hari raya Idul Fitri tepatnya hari ke delapan. Tepat seminggu dari hari raya Idul Fitri, ada tradisi menarik lho di tempat kelahiranku. Sebelum aku bercerita tentang tradisi tersebut, aku akan cerita dulu tentang tempat kelahiranku.
Tayu adalah tempatku terlahir di dunia ini. Tayu merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Pati. Tayu merupakan Kecamatan yang terbilang maju di Kabupaten Pati. Kecamatan Tayu merupakan daerah yang cocok menggambarkan Kabupaten Pati pada umumnya.
PATI BUMI MINA TANI
Slogan di atas merupakan penggambaran dari Kabupaten Pati. Nah, Kecamatan Tayu adalah salah satu daerah yang menggantungkan kehidupan dari perikanan, pertanian, dan perdagangan. Sangat cocok dengan slogan "Pati Bumi Mina Tani".
Salah satu tradisi di Kecamatan Tayu yang erat kaitannya dengan mina atau perikanan adalah Sedekah Laut dan Lomban. Namun kali ini aku akan membahas tentang tradisi "Lomban".
Apa itu Lomban Kupatan?
Lomban kupatan adalah tradisi yang masih lestari sejak dari dahulu kala. Mulai tahun berapa awal mula tradisi ini aku pun tak mengetahui. Namun, tradisi ini dari aku kecil hingga saat ini masih bertahan. Apa itu lomban kupatan? Lomban kupatan merupakan tradisi yang diadakan seminggu setelah hari raya Idul Fitri.
Lomban sendiri berasal dari tembung lingga "lumba" dan menjadi tembung andhadhan "lulumban" atau "(le)lumban" yang menurut kamus bausastra memiliki arti lelangen dolanan banyu. Dalam bahasa Indonesia bisa diartikan bermain air atau lebih kerennya adalah festival air. Tayu memiliki sungai yang langsung bermuara ke laut Jawa. Di sungai Tayu tersebut berjajar perahu-perahu nelayan pencari ikan. Di sungai Tayu tersebutlah festival air yang kerap dikenal dengan Lomban diadakan tiap tahunnya.
Sedangkan kata kupatan berasal dari tembung lingga kupat. Kupat sendiri merupakan kerata basa ngaku lepat atau bahasa Indonesianya mengaku bersalah. Hari raya Idul Fitri merupakan momen yang identik untuk saling mengaku bersalah dan bermaaf-maafan.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa Lomban Kupatan adalah tradisi menyemarakkan hari raya Idul Fitri sebagai bentuk suka cita setelah bermaaf-maafan dengan cara mengadakan festival air atau bermain air yang merupakan nadi atau kebiasaan bagi masyarakat sekitar yang dikelilingi oleh lautan.
Lomban Kupatan Sungai Tayu Tahun 2018
Tahun 2018 ini, lomban kupatan sungai Tayu jatuh pada hari Sabtu, 23 Juni 2018. Acara lomban kupatan sungai Tayu seperti biasanya diawali dengan beberapa tahapan yaitu:
Arak-arakan Sesaji
Arak-arakan sesaji berupa Ndhas Kebo atau kepala kerbau dimulai dari balai desa Sambiroto menuju Tempat Pelelangan Ikan (TPI). TPI bagi masyarakat Tayu lebih dikenal dengan sebutan kongsi. Arak-arakan kepala kerbau tersebut diikuti beberapa iringan seperti drumband, tongtek, dan beberapa orang dengan pakaian punakawan dan pakaian adat Jawa lainnya.
Acara Pembukaan Larung Sesaji
Acara pembukaan larung sesaji diadakan di depan kongsi. Acara dibuka oleh pejabat daerah setempat yaitu perwakilan Dinas Kelautan, Kepala Desa Sambiroto, dan Camat Tayu.
Larung Sesaji
Acara larung sesaji kepala kerbau ke Laut mengawali Lomban Kupatan Sungai Tayu. Kepala kerbau dinaikkan ke perahu atau jukung kemudian di larung ke laut.
Masyarakat Memulai Festival Air Tradisi Lomban Kupatan
Setelah prosesi pelarungan usai, masyarakat sekitar biasanya mulai berbondong-bondong menyewa jukung atau perahu milik nelayan setempat. Jukung tersebut mengantarkan mereka menyusuri sungai Tayu hingga ke perbatasan lautan.
Masyarakat menyewa dengan merogoh kocek sebesar Rp 10.000,- per orang. Biaya sewa tersebut terbayarkan dengan kepuasan menyusuri sungai Tayu. Namun, pemandangan sungai tak lagi indah dikarenakan banyak sampah yang menghiasi air di sungai Tayu tersebut.
Serba-serbi Lomban Kupatan Sungai Tayu
Rangkaian proses larung sesaji pembuka tradisi lomban kupatan bukan dimaksudkan untuk menyekutukan Allah. Prosesi tersebut hanyalah sebagai bentuk adat tradisi yang harus dilestarikan agar tidak terkikis oleh perkembangan zaman. Tradisi lomban kupatan sungai Tayu mempererat hubungan warga masyarakat sekitar Kecamatan Tayu. Karena tak hanya orang Tayu saja yang ikut meramaikan destinasi wisata tahunan tersebut.
Masyarakat sekitar seperti Kecamatan Gunungwungkal, Cluwak, Margoyoso, dan Dukuhseti pun ikut menyemarakkan tradisi lomban kupatan sungai Tayu ini. Mereka berbondong-bondong datang untuk ikut menyusuri sungai Tayu. Ikut meramaikan festival air yaitu tradisi lomban kupatan sungai Tayu dengan menyewa jukung.
Dahulu, masyarakat luar datang berbondong-bondong dengan berjalan kaki menuju sungai. Zaman dahulu alat transportasi memang hanya bus dan angkutan saja. Jadi, mereka diturunkan di luar kota Tayu tepatnya di lawiyah, pertigaan surabaya, dan Tendas kemudian berjalan kaki hingga ke sungai. Dahulu ketika masih kecil, selain menanti keramaian pasar malam, aku amat senang melihat pejalan kaki yang berbondong-bondong melewati jalan kota Tayu untuk ikut lomban. Namun, beberapa tahun belakangan pejalan kaki sudah tidak ada. Masyarakat sudah memakai kendaraan bermotor untuk datang ke sungai Tayu.
Bagi masyarakat Tayu, lomban kupatan menjadi pendatang rejeki tahunan. Para penduduk sekitar mremo atau berjualan musiman. Dengan adanya lomban menambah pemasukan. Banyak yang mremo jajanan, parkir, dan toilet umum.
Selain naik perahu atau jukung, lomban kupatan diwarnai berbagai hiburan antara lain dangdut, kesenian barongan, organ tunggal, dan pasar malam. Pasar malam berpusat di bundaran alun-alun Tayu. Pasar malam sudah dibuka pada pertengahan bulan Ramadan hingga acara lomban selesai.
Lomban Kupatan Sungai Tayu harus tetap dilestarikan. Tradisi tersebut merupakan aset budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Pati. Lomban Kupatan dapat menjadi destinasi wisata tahunan. Penarik wisatawan lokal sekitar kecamatan Tayu agar mengenal adat tradisi daerah. Namun, meski begitu, masih perlu perbaikan antara lain adalah perlu adanya sosialisasi agar kebiasaan buruk warga sekitar yang kerap membuang sampah di sungai hilang. Dengan kondisi sungai yang bersih niscaya akan menambah ketertarikan wisatawan dan tradisi lomban kupatan akan tetap dinanti tiap tahunnya.
Apa itu Lomban Kupatan?
Lomban kupatan adalah tradisi yang masih lestari sejak dari dahulu kala. Mulai tahun berapa awal mula tradisi ini aku pun tak mengetahui. Namun, tradisi ini dari aku kecil hingga saat ini masih bertahan. Apa itu lomban kupatan? Lomban kupatan merupakan tradisi yang diadakan seminggu setelah hari raya Idul Fitri.
Lomban sendiri berasal dari tembung lingga "lumba" dan menjadi tembung andhadhan "lulumban" atau "(le)lumban" yang menurut kamus bausastra memiliki arti lelangen dolanan banyu. Dalam bahasa Indonesia bisa diartikan bermain air atau lebih kerennya adalah festival air. Tayu memiliki sungai yang langsung bermuara ke laut Jawa. Di sungai Tayu tersebut berjajar perahu-perahu nelayan pencari ikan. Di sungai Tayu tersebutlah festival air yang kerap dikenal dengan Lomban diadakan tiap tahunnya.
Sedangkan kata kupatan berasal dari tembung lingga kupat. Kupat sendiri merupakan kerata basa ngaku lepat atau bahasa Indonesianya mengaku bersalah. Hari raya Idul Fitri merupakan momen yang identik untuk saling mengaku bersalah dan bermaaf-maafan.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa Lomban Kupatan adalah tradisi menyemarakkan hari raya Idul Fitri sebagai bentuk suka cita setelah bermaaf-maafan dengan cara mengadakan festival air atau bermain air yang merupakan nadi atau kebiasaan bagi masyarakat sekitar yang dikelilingi oleh lautan.
Lomban Kupatan Sungai Tayu Tahun 2018
Tahun 2018 ini, lomban kupatan sungai Tayu jatuh pada hari Sabtu, 23 Juni 2018. Acara lomban kupatan sungai Tayu seperti biasanya diawali dengan beberapa tahapan yaitu:
Arak-arakan Sesaji
Arak-arakan sesaji berupa Ndhas Kebo atau kepala kerbau dimulai dari balai desa Sambiroto menuju Tempat Pelelangan Ikan (TPI). TPI bagi masyarakat Tayu lebih dikenal dengan sebutan kongsi. Arak-arakan kepala kerbau tersebut diikuti beberapa iringan seperti drumband, tongtek, dan beberapa orang dengan pakaian punakawan dan pakaian adat Jawa lainnya.
Acara Pembukaan Larung Sesaji
Acara pembukaan larung sesaji diadakan di depan kongsi. Acara dibuka oleh pejabat daerah setempat yaitu perwakilan Dinas Kelautan, Kepala Desa Sambiroto, dan Camat Tayu.
Larung Sesaji
Acara larung sesaji kepala kerbau ke Laut mengawali Lomban Kupatan Sungai Tayu. Kepala kerbau dinaikkan ke perahu atau jukung kemudian di larung ke laut.
Masyarakat Memulai Festival Air Tradisi Lomban Kupatan
Setelah prosesi pelarungan usai, masyarakat sekitar biasanya mulai berbondong-bondong menyewa jukung atau perahu milik nelayan setempat. Jukung tersebut mengantarkan mereka menyusuri sungai Tayu hingga ke perbatasan lautan.
Masyarakat menyewa dengan merogoh kocek sebesar Rp 10.000,- per orang. Biaya sewa tersebut terbayarkan dengan kepuasan menyusuri sungai Tayu. Namun, pemandangan sungai tak lagi indah dikarenakan banyak sampah yang menghiasi air di sungai Tayu tersebut.
Serba-serbi Lomban Kupatan Sungai Tayu
Rangkaian proses larung sesaji pembuka tradisi lomban kupatan bukan dimaksudkan untuk menyekutukan Allah. Prosesi tersebut hanyalah sebagai bentuk adat tradisi yang harus dilestarikan agar tidak terkikis oleh perkembangan zaman. Tradisi lomban kupatan sungai Tayu mempererat hubungan warga masyarakat sekitar Kecamatan Tayu. Karena tak hanya orang Tayu saja yang ikut meramaikan destinasi wisata tahunan tersebut.
Masyarakat sekitar seperti Kecamatan Gunungwungkal, Cluwak, Margoyoso, dan Dukuhseti pun ikut menyemarakkan tradisi lomban kupatan sungai Tayu ini. Mereka berbondong-bondong datang untuk ikut menyusuri sungai Tayu. Ikut meramaikan festival air yaitu tradisi lomban kupatan sungai Tayu dengan menyewa jukung.
Dahulu, masyarakat luar datang berbondong-bondong dengan berjalan kaki menuju sungai. Zaman dahulu alat transportasi memang hanya bus dan angkutan saja. Jadi, mereka diturunkan di luar kota Tayu tepatnya di lawiyah, pertigaan surabaya, dan Tendas kemudian berjalan kaki hingga ke sungai. Dahulu ketika masih kecil, selain menanti keramaian pasar malam, aku amat senang melihat pejalan kaki yang berbondong-bondong melewati jalan kota Tayu untuk ikut lomban. Namun, beberapa tahun belakangan pejalan kaki sudah tidak ada. Masyarakat sudah memakai kendaraan bermotor untuk datang ke sungai Tayu.
Bagi masyarakat Tayu, lomban kupatan menjadi pendatang rejeki tahunan. Para penduduk sekitar mremo atau berjualan musiman. Dengan adanya lomban menambah pemasukan. Banyak yang mremo jajanan, parkir, dan toilet umum.
Selain naik perahu atau jukung, lomban kupatan diwarnai berbagai hiburan antara lain dangdut, kesenian barongan, organ tunggal, dan pasar malam. Pasar malam berpusat di bundaran alun-alun Tayu. Pasar malam sudah dibuka pada pertengahan bulan Ramadan hingga acara lomban selesai.
Lomban Kupatan Sungai Tayu harus tetap dilestarikan. Tradisi tersebut merupakan aset budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Pati. Lomban Kupatan dapat menjadi destinasi wisata tahunan. Penarik wisatawan lokal sekitar kecamatan Tayu agar mengenal adat tradisi daerah. Namun, meski begitu, masih perlu perbaikan antara lain adalah perlu adanya sosialisasi agar kebiasaan buruk warga sekitar yang kerap membuang sampah di sungai hilang. Dengan kondisi sungai yang bersih niscaya akan menambah ketertarikan wisatawan dan tradisi lomban kupatan akan tetap dinanti tiap tahunnya.